Iklim tropis di wilayah Indonesia memiliki kondisi udara yang lembab. Kelembaban relatif tahunan rata-rata melebihi 80% di hampir kebanyakan bulan sehingga mendukung pertumbuhan jamur dan bakteri [1]. Kelembaban dapat mencapai maksimum 100% selama malam dan dini hari, dan turun drastis mencapai minimum pada siang hari dari 30 – 55% hingga sore hari.Perubahan iklim global akhir-akhir ini juga turut mempengaruhi iklim indonesia dimana musim penghujan berlangsung lebih sebentar dari biasanya, bahkan dibeberapa wilayah jarang terjadi hujan. Polusi oleh partikel natural seperti debu tanah, partikel organik yang konduktif, atau partikel yang higroskopis banyak disaat sebelum masa penghujanan [2]. Biasanya di akhir musim kering sebelum musim penghujanan, daerah sekitar pinggiran pantai banyak terkena polutan yang berasal dari laut.
Kaitan Lingkungan Tropis Terhadap Elektronika Daya, Energi Terbarukan, dan Distributed Generation (DG)
Krisis moneter Indonesia tahun 1998 yang masih dapat dirasakan efeknya hingga saat ini turut mempengaruhi segi finansial dari pembangunan pembangkit tenaga listrik dalam skala besar. Namun demikian teryata krisis tersebut tidak mempengaruhi kebutuhan energi listrik dimana kecenderungannya tetap terus meningkat tiap tahunnya. Untuk mengatasi masalah ini pembangunan pembangkitan terdistribusi (distributed generation) dianggap dapat menjadi solusi yang sangat potensial di Indonesia [3] terkait biaya konstruksinya yang juga relatif lebih rendah.
Pengembangan pembangkit terdistribusi di Indonesia pada dasarnya turut didukung oleh besarnya potensi sumber energi terbarukan. Perlu diingat bahwa semua pembangkitan yang berbasis pada sumber energi terbarukan dapat dikategorikan sebagai pembangkit terdistribusi, namun tidak semua pembangkitan terdistribusi adalah berbasis energi terbarukan (misalnya pembangkit dengan tenaga diesel dibawah 50 MW). Walau demikian keduanya tetap layak untuk dikembangkan di Indonesia.
Potensi pengembangan pembangkit terdistribusi berbasis energi terbarukan di Indoneisa sangat besar. Sebagai contoh saja, pembangkit dengan tenaga hidro di Indonesia memiliki potensi total sebesar 75.000 MW dan 10 persennya dapat digunakan untuk mikrohidro [4]. Potensi hidro Indonesia tersebar mulai dari kawasan pinggir pantai hingga pegunungan. Sumber energi yang dapat dimanfaatkan antara lain ombak, aliran sungai, maupun air terjun.
Sebelumnya kita telah menyinggung tentang lingkungan tropis Indonesia. Untuk kasus energi terbarukan seperti tenaga hidro saja iklim tropis sudah cukup banyak berpengaruh. Udara wilayah pantai kaya akan kandungan garam, sedangkan wilayah pegunungan memiliki kelembaban udara yang tinggi. Perkembangan teknologi saat ini menjadikan pembangkit listrik dengan energi terbarukan memiliki kaitan yang erat dengan penggunaan elektronika daya. Sistem mikrohidro yang berkembang saat ini daya keluarannya sebahagian besar dikontrol menggunakan Electronic load controller berbasis mikrokontroler.
Garam atau polutan konduktif lainnya pada udara ketika menempel dan terakumulasi pada papan PCB yang tidak terlindungi dengan baik pasti akan mempengaruhi kerja peralatan elektronik tersebut. Udara yang mengandung unsur garam mengakibatkan oksidasi pada peralatan elektronik bahkan lebih cepat dari udara biasa. Udara dengan kelembaban yang tinggi juga berbahaya bagi peralatan elektronik, terutama ketika terjadinya kondensasi. Analoginya adalah sebagai berikut, ketika seseorang pemakai kaca mata keluar dari ruangan yang bersuhu dingin menuju tempat yang lebih hangat maka muncul embun pada kaca matanya [5]. Hal yang serupa dapat terjadi pada peralatan elektronik dimana udara yang lembab dapat mengembun menjadi air akibat panas dari peralatan elektronik itu sendiri. Udara lembab dapat mengakibatkan korosi [6] ataupun menjadi jalur konduktor yang baik [5], hal ini dapat memicu kegagalan kontrol pada sistem elektronik. Angkatan Udara Amerika Serikat telah meneliti bahwa 20 % kegagalan peralatan elektronik diakibatkan oleh korosi walaupun peralatan tersebut telah dilindungi dengan baik [6]. Dalam kasus elektronika daya, lingkungan yang lembab juga dapat menyebabkan arc yang memicu kebakaran.
Tentunya hal-hal yang tidak diinginkan seperti di atas dapat dicegah dengan kita memahami seperti apa karakteristik lingkungan tropis, dilakukannya perawatan berkala pada peralatan, dan perbaikan desain dari sistem elektronika daya itu sendiri. Jika terdapat penggunaan ruangan untuk panel kelistrikan maka ventilasi perlu diperhatikan sehingga udara lembab dapat keluar.
Krisis moneter Indonesia tahun 1998 yang masih dapat dirasakan efeknya hingga saat ini turut mempengaruhi segi finansial dari pembangunan pembangkit tenaga listrik dalam skala besar. Namun demikian teryata krisis tersebut tidak mempengaruhi kebutuhan energi listrik dimana kecenderungannya tetap terus meningkat tiap tahunnya. Untuk mengatasi masalah ini pembangunan pembangkitan terdistribusi (distributed generation) dianggap dapat menjadi solusi yang sangat potensial di Indonesia [3] terkait biaya konstruksinya yang juga relatif lebih rendah.
Pengembangan pembangkit terdistribusi di Indonesia pada dasarnya turut didukung oleh besarnya potensi sumber energi terbarukan. Perlu diingat bahwa semua pembangkitan yang berbasis pada sumber energi terbarukan dapat dikategorikan sebagai pembangkit terdistribusi, namun tidak semua pembangkitan terdistribusi adalah berbasis energi terbarukan (misalnya pembangkit dengan tenaga diesel dibawah 50 MW). Walau demikian keduanya tetap layak untuk dikembangkan di Indonesia.
Potensi pengembangan pembangkit terdistribusi berbasis energi terbarukan di Indoneisa sangat besar. Sebagai contoh saja, pembangkit dengan tenaga hidro di Indonesia memiliki potensi total sebesar 75.000 MW dan 10 persennya dapat digunakan untuk mikrohidro [4]. Potensi hidro Indonesia tersebar mulai dari kawasan pinggir pantai hingga pegunungan. Sumber energi yang dapat dimanfaatkan antara lain ombak, aliran sungai, maupun air terjun.
Sebelumnya kita telah menyinggung tentang lingkungan tropis Indonesia. Untuk kasus energi terbarukan seperti tenaga hidro saja iklim tropis sudah cukup banyak berpengaruh. Udara wilayah pantai kaya akan kandungan garam, sedangkan wilayah pegunungan memiliki kelembaban udara yang tinggi. Perkembangan teknologi saat ini menjadikan pembangkit listrik dengan energi terbarukan memiliki kaitan yang erat dengan penggunaan elektronika daya. Sistem mikrohidro yang berkembang saat ini daya keluarannya sebahagian besar dikontrol menggunakan Electronic load controller berbasis mikrokontroler.
Garam atau polutan konduktif lainnya pada udara ketika menempel dan terakumulasi pada papan PCB yang tidak terlindungi dengan baik pasti akan mempengaruhi kerja peralatan elektronik tersebut. Udara yang mengandung unsur garam mengakibatkan oksidasi pada peralatan elektronik bahkan lebih cepat dari udara biasa. Udara dengan kelembaban yang tinggi juga berbahaya bagi peralatan elektronik, terutama ketika terjadinya kondensasi. Analoginya adalah sebagai berikut, ketika seseorang pemakai kaca mata keluar dari ruangan yang bersuhu dingin menuju tempat yang lebih hangat maka muncul embun pada kaca matanya [5]. Hal yang serupa dapat terjadi pada peralatan elektronik dimana udara yang lembab dapat mengembun menjadi air akibat panas dari peralatan elektronik itu sendiri. Udara lembab dapat mengakibatkan korosi [6] ataupun menjadi jalur konduktor yang baik [5], hal ini dapat memicu kegagalan kontrol pada sistem elektronik. Angkatan Udara Amerika Serikat telah meneliti bahwa 20 % kegagalan peralatan elektronik diakibatkan oleh korosi walaupun peralatan tersebut telah dilindungi dengan baik [6]. Dalam kasus elektronika daya, lingkungan yang lembab juga dapat menyebabkan arc yang memicu kebakaran.
Tentunya hal-hal yang tidak diinginkan seperti di atas dapat dicegah dengan kita memahami seperti apa karakteristik lingkungan tropis, dilakukannya perawatan berkala pada peralatan, dan perbaikan desain dari sistem elektronika daya itu sendiri. Jika terdapat penggunaan ruangan untuk panel kelistrikan maka ventilasi perlu diperhatikan sehingga udara lembab dapat keluar.
Referensi
[1] Mohamad Soerjani, “The Tropical Environment: The Global and Indonesian Tropical Ecosystem”, National Research Council and Institute for Environmental Education and Development Jakarta, 1996.
[2] R. Parraud, ”Improvement of The Design and The Reliability of Insulators Used in Tropical Areas For Overhead Lines Up To 800 kV AC and 600 kV DC”, SEDIVER, France, 1996.
[3] Muhamad Reza, Deny Hamdani, Nanang Hariyanto, Muhammad Nurdin, Didik Sudarmadi, I Made Ro Sakya. “Distributed Generation Potential in Indonesia”. Proceedings of the International Conference on Electrical Engineering and Informatics Institut Teknologi Bandung, Indonesia June 17-19, 2007
[4] Kurniawan Basuki, “Mengapa Mikrohidro”. Seminar Nasional Teknologi (SNT 2007) ISSN : 1978 – 9777 2007, Yogyakarta, 24 November 2007.
[5] Dick Conklin, “Salt, sand and humidity take toll on electronics”, Key Sunday, Vol. 2 no. 30, p.7, June 2007
[6] Munters Dehumidification Division,” Electronic failure”, [Online]: www.muntersglobal.com
No comments:
Post a Comment